
Ditulis Oleh: Nurul Khasanah, S.Psi., M.Psi., Psikolog.
Sakit hati. Tentu sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari atau mungkin pernah kita alami. Seseorang mengalami sakit hati tentu bermacam-macam penyebabnya, bisa saja karena merasa tersinggung atau merasa terluka, yang akhirnya memunculkan dendam. Sakit hati terkait dengan emosi negatif, yang dapat merugikan kesehatan. Sedangkan emosi positif menguntungkan kesehatan.
Namun, tahukah anda jika sakit hati memengaruhi kondisi fisiologis kita?
Jika seseorang terus menerus mengingat-ingat kemarahan dan menyimpan dendam, tekanan darah, detak jantung, dan konduktansi kulit meningkat. Dalam suatu penelitian, partisipan diminta untuk memikirkan seseorang yang mereka rasa telah menyinggung atau melukai mereka. Kemudian, mereka diminta untuk membayangkan reaksi yang tidak dapat dimaafkan (mengulangi tindakan yang menyakitkan dan memunculkan dendam) dan reaksi memaafkan (merasa empati, memaafkan). Detak jantung partisipan menjadi jauh lebih tinggi dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk kembali normal ketika mereka berpikir untuk tidak memaafkan seseorang atau suatu kejadian.
Lalu, apa yang dapat dilakukan saat merasa sakit hati?
Pemikiran pemaaf, misalnya, “dia hanyalah seorang anak kecil yang tidak tahu”, mengurangi tanda-tanda stimulasi fisiologis dan mengembalikan perasaan memegang kendali. Memaafkan, membantu seseorang melihat peristiwa dengan cahaya baru. Perilaku ini menumbuhkan empati, yaitu kemampuan untuk melihat situasi dari perspektif orang lain. Memaafkan memperkuat dan memperbaiki hubungan yang tengah berjalan. Namun, penting bagi kita untuk tidak menyederhanakan. Memaafkan, bukanlah obat untuk semua jenis penyakit dan tidak selalu merupakan hal yang baik (tergantung pada konteks suatu konflik). Dalam sebuah penelitian terhadap perempuan di tempat penampungan korban kekerasan dalam rumah tangga, perempuan yang memaafkan pasangan mereka yang bertindak kasar cenderung kembali ke pasangannya dan di dalam pernikahan, perilaku memaafkan memprediksi keberlanjutan kekerasan psikologis dan fisik. Memaafkan bukan berarti kita menyangkal, mengabaikan, atau membenarkan alasan seseorang untuk melakukan tindakan kekerasan, yang mungkin saja tindakan kekerasan yang serius. Memaafkan berarti kita akhirnya dapat berdamai dengan ketidakadilan yang dialami dan melepaskan perasaan obsesif seperti sakit hati, marah, dendam. Oleh karena itu, apabila masih merasa sakit hati karena tersinggung, terhina, terluka, karena ucapan atau kata-kata seseorang, maafkanlah.